Revisi UU Perariran Disepakati Masuk RUU Prioritas 2014
Badan Legislasi DPR dan Pemerintah (Kementerian Hukum dan HAM) menyepakati RUU tentang Perubahan (Revisi) UU Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Prioritas 2014.
Hal tersebut disepakati dalam Rapat Kerja Baleg DPR dipimpin Ketua Baleg, Ignatius Mulyono dengan Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsudin di Ruang Rapat Baleg, Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis sore (5/6) dengan agenda membahas usulan 3 RUU baru dalam Prolegnas 2014.
RUU tentang Perubahan UU Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia merupakan RUU usul dari pemerintah.
Menurut Mulyono, dengan penambahan 1 RUU tersebut, maka RUU Prioritas 2014 menjadi 67 RUU. Dalam kesempatan tersebut, Mulyono mengingatkan bahwa masih cukup banyak RUU Prioritas 2014 yang belum diselesaikan sementara waktu kerja Anggota DPR RI Periode 2009-2014 hanya sampai 30 September 2014.
“Saya mengingatkan teman-teman, capaian kita masih sangat rendah dan saya minta untuk ditingkatkan. Karena apabila pembahasan RUU tidak selesai maka akan diulang untuk menjadi bahan usulan baru RUU pada Prolegnas 2014-2019,” papar politisi Partai Demokrat tersebut.
Sementara Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsudin dalam rapat tersebut sebagai pengusul Revisi UU Perairan memberikan alasan, bahwa dengan berlakunya Konvensi PBB tentang Hukum Laut Tahun 1982 dan diterimanya konsep Negara Kesatuan RI sebagai negara kepulauan dengan laus lautan mencapai 5,8 juta kilometer persegi dan garis pantai sepanjang kurang lebih 81 ribu kilometer, serta ditetapkannya alur laut kepulauan di Indonesia dalam rangka mengakomodasi kepentingan layar kapal asing yang akan berlayar di Zona Ekonomi Eksklusif di perairan Indonesia mempunyai konsekuensi dan tanggung jawab Indonesia untuk melakukan perlindungan terhadap kemanan laut.
"Pengelolaan keamanan di laut Indonesia selama ini diselenggarakan oleh 13 instansi pemerintah yang memiliki strategi dan kebijakan yang berbeda-beda, sehingga tidak terintegrasi dan satu komando," ujar Amir.
Hal tersebut, tegas Amir, mengakibatkan terus meningkatnya ekskalasi ancaman keamanan dan pelanggaran hukum di laut sehingga mengganggu keamanan perairan kawasan dan perbatasan antar negara.
"Untuk itu perlu adanya perubahan konsep pengelolaan keamanan di laut dari multi agency single test menjadi single agency multy test. Oleh karenanya perlu memperkuat lembaga badan koordinasi keamanan laut (Bakorkamla) menjadi badan keamanan laut (Bakamla) dengan merevisi Pasal 24 UU Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia," jelas Amir.(sc)/foto:odjie/parle/iw.